Tak semua persoalan anak adalah persoalan orang tua. Tak semua persoalan anak dan orang tua adalah persoalan keluaraga. Karenanya di dalam keluarga, antara persoalan anak, persoalan orang tua dan persoalan yang benar-benar persoalan keluarga harus mendapat tempat yang sewajarnya. Campur aduk urusan ketiganya akan menimbulkan keruwetan dan pertengkaran. Tetapi tidak mudah membedakan urusan ketiganya karena urusan yang satu, seolah-olah adalah urursan lainnya.
Tak mudah membawa anak-anak saya untuk sekadar menengok kebun kecil kami dan mengamati tumbuh-tumbuhan yang saya tanam. Ada saja alasan mereka untuk mengelak dan jikapun mereka mau selalu ada unsur terpaksa. Kegiatan yang saya bayangkan akan menjadi lebih menyenangkan jika dinikmati bersama keluarga itu malah sering berubah menjadi kegiatan penuh keterpaksaan. Sampai berbusa-busa saya mengagumi tanaman yang tumbuh sempurna itu, yang kuncup-kuncup daunnya menggetarkan hati, yang jika besar nanti akan berjasa mengatasi pemanasan global dan semacamnya. Tetapi yang tergetar itu ternyata cuma hati saya. Hati anak-anak saya itu dingin belaka. Belum rampung saya mempromosikan tanaman ini, mereka malah sudah membuang muka dan minta pulang segera.
Begitu juga ketika keluarga kami mulai mencicil membangun rumah baru. Kesenangan saya adalah setiap kali menengok proses pembangunan rumah ini dengan sebanyak mungkin melibatkan mereka. Hasilnya jauh dari gembira. Apapun yang saya gairahkan tentang rumah ini ternyata bukan gairah mereka. Jika ada ketertarikan mereka, itupun sedikit saja, yakni yang menyangkut soal-soal mereka saja, misalnya seperti bagaimana nanti punya tiang basket, boleh mengecat kamar sendiri dengan grafiti dan semacamnya, soal-soal yang saya sama sekali tidak tertarik apalagi menyetujui.
Saya merasa, rumah baru itu nanti, lebih banyak mengasyikkan saya sendiri tetapi tidak mengasyikkan mereka dan ini membuat saya kecewa. Tetapi apakah cuma saya yang sering kecewa? Tidak. Anak-anak saya juga sering kecewa karena keterlibatan saya yang rendah pada kegiatan mereka. Putri saya amat gemar menonton film-film Disney dan kegembiraannya akan menjadi sempurna kalau saya ikut menonton bersamanya. Ia akan berteriak-teriak sedemikian rupa memanggil saya jika ada adagen yang menakjubkan hatinya. Ia ingin agar ketakjuban itu dinikmati bersama dan berkali-kali ia melengos sakit hati karena berkali-kali saya gagal memenuhi. Kalaupun saya ikut menonton, pasti sekadar karena saya ingin menyenangkan hatinya, bukan karena saya menyenangi film itu. Seluruh keterpaksaan saya ini ia tangkap dengan baik dan ia menjaga agar saya tetap di sebelahnya. Kalau saya kedapatan akan terpejam karena bosan ia malah akan membuka paksa mata saya.
Begitulah, makin beragam anggota keluarga Anda, makin beragam pula cabang dan ranting urusannya. Itu baru urusan saya dengan putri saya, belum dengan istri dan anak lelaki yang ada dan perangainya berbeda-beda. Intinya, ada ruang-ruang yang amat pribadi antara saya dan mereka dan ada ruang bersama yang kabur garisnya tetap harus jelas di mata kita, agar jelas pula kapan kita masuk kapan kita keluar dan kapan kita bersama-sama. Ada ruang pribadi yang mereka butuh sendiri dan kedatangan kita cuma gangguan belaka. Ada ruang pribadi yang mereka butuh ditemani, padahal itu bukan selera kita. Sementara ada urusan bersama yang kita harus ikhlas bersama-sama walau sebenarnya kita tak menyukainya. Begitulah keluarga, di dalamnya ada kesendirian, ada kebersamaan yang harus terjaga takarannya.
sumber : suaramerdeka.com
Tak mudah membawa anak-anak saya untuk sekadar menengok kebun kecil kami dan mengamati tumbuh-tumbuhan yang saya tanam. Ada saja alasan mereka untuk mengelak dan jikapun mereka mau selalu ada unsur terpaksa. Kegiatan yang saya bayangkan akan menjadi lebih menyenangkan jika dinikmati bersama keluarga itu malah sering berubah menjadi kegiatan penuh keterpaksaan. Sampai berbusa-busa saya mengagumi tanaman yang tumbuh sempurna itu, yang kuncup-kuncup daunnya menggetarkan hati, yang jika besar nanti akan berjasa mengatasi pemanasan global dan semacamnya. Tetapi yang tergetar itu ternyata cuma hati saya. Hati anak-anak saya itu dingin belaka. Belum rampung saya mempromosikan tanaman ini, mereka malah sudah membuang muka dan minta pulang segera.
Begitu juga ketika keluarga kami mulai mencicil membangun rumah baru. Kesenangan saya adalah setiap kali menengok proses pembangunan rumah ini dengan sebanyak mungkin melibatkan mereka. Hasilnya jauh dari gembira. Apapun yang saya gairahkan tentang rumah ini ternyata bukan gairah mereka. Jika ada ketertarikan mereka, itupun sedikit saja, yakni yang menyangkut soal-soal mereka saja, misalnya seperti bagaimana nanti punya tiang basket, boleh mengecat kamar sendiri dengan grafiti dan semacamnya, soal-soal yang saya sama sekali tidak tertarik apalagi menyetujui.
Saya merasa, rumah baru itu nanti, lebih banyak mengasyikkan saya sendiri tetapi tidak mengasyikkan mereka dan ini membuat saya kecewa. Tetapi apakah cuma saya yang sering kecewa? Tidak. Anak-anak saya juga sering kecewa karena keterlibatan saya yang rendah pada kegiatan mereka. Putri saya amat gemar menonton film-film Disney dan kegembiraannya akan menjadi sempurna kalau saya ikut menonton bersamanya. Ia akan berteriak-teriak sedemikian rupa memanggil saya jika ada adagen yang menakjubkan hatinya. Ia ingin agar ketakjuban itu dinikmati bersama dan berkali-kali ia melengos sakit hati karena berkali-kali saya gagal memenuhi. Kalaupun saya ikut menonton, pasti sekadar karena saya ingin menyenangkan hatinya, bukan karena saya menyenangi film itu. Seluruh keterpaksaan saya ini ia tangkap dengan baik dan ia menjaga agar saya tetap di sebelahnya. Kalau saya kedapatan akan terpejam karena bosan ia malah akan membuka paksa mata saya.
Begitulah, makin beragam anggota keluarga Anda, makin beragam pula cabang dan ranting urusannya. Itu baru urusan saya dengan putri saya, belum dengan istri dan anak lelaki yang ada dan perangainya berbeda-beda. Intinya, ada ruang-ruang yang amat pribadi antara saya dan mereka dan ada ruang bersama yang kabur garisnya tetap harus jelas di mata kita, agar jelas pula kapan kita masuk kapan kita keluar dan kapan kita bersama-sama. Ada ruang pribadi yang mereka butuh sendiri dan kedatangan kita cuma gangguan belaka. Ada ruang pribadi yang mereka butuh ditemani, padahal itu bukan selera kita. Sementara ada urusan bersama yang kita harus ikhlas bersama-sama walau sebenarnya kita tak menyukainya. Begitulah keluarga, di dalamnya ada kesendirian, ada kebersamaan yang harus terjaga takarannya.
sumber : suaramerdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar