Melihat dari judulnya, saya bukan bermaksud menganjurkan Anda untuk korupsi. Tapi di negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan memuat Ketuhanan Yang Maha Esa pada dasar negaranya, ternyata budaya korupsi sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat.
Sebagai marketing di sebuah toko komputer, saya sering bersinggungan dengan hal-hal tersebut. Ada pengajar yang notabene mengajarkan pada anak didiknya untuk tidak berbuat korupsi nyata-nyata dirinya sendiri yang melakukan. Misal pembelian peralatan ATK seperti kertas, keyboard, flashdisk, dll dari toko kami. Harga misal Rp 100.000, di nota minta ditulis menjadi 125.000.
Atau bahkan ada yang tidak malu-malu meminta nota kosong, entah berapa mereka mengisi nominalnya. Ada pegawai pemerintahan yang jelas-jelas mereka digaji oleh negara, tetap saja mereka melakukan hal yang sama. Apalagi yang sifatnya pengadaan barang dan jasa, dengan alasan menghabiskan anggaran, sayang kalau dikembalikan lagi.
Tidak pegawai negeri saja, ternyata pegawai swasta pun melakukan hal yang sama. Mereka menyebutnya uang lelah, itung-itung buat pengganti ongkos. Bahkan tidak jarang saya menemui anak-anak sekolah yang membeli barang ingin ditulis di notanya harga menurut dia, untuk bukti kepada orang tuanya.
Sebagai penjual saya terus terang dilema. Itu di lingkungan kerja, sekarang Anda saya bawa ke tempat tinggal. Ketika KTP saya hilang dan berniat membuat KTP baru, dimulai dari tingkat RT RW, sudah tidak aneh kita agak dipaksa untuk memberi minimal Rp 10.000 untuk sebuah surat pengantar dan tanda tangan mereka.
Lanjut kepada pihak kepolisian, saya meminta surat keterangan kehilangan. Setelah selesai, saya iseng memancing bertanya: "Makasih pak, ada biaya ga pak?” Dengan jelas si petugas kepolisian menjawab “Rp 20.000.”
Karena di dompet tidak ada Rp 20.000, saya menawar bagaimana kalau Rp.15.000 saja. Ternyata petugas tersebut setuju. Padahal bulan lalu saya mengantar teman yang kehilangan motor dan meminta surat keterangan kehilangan juga tidak dipungut biaya. Memang waktu itu kami cukup bilang terima kasih saja dan langsung pergi. Coba bayangkan kalau minimal Rp 10.000 saja terus ada 100 orang, berapa jumlah uangnya?
Setelah itu saya lanjut ke kelurahan, di pintu masuk ada tulisan ‘Gratis, tidak dipungut biaya.’ Dan lagi-lagi dengan alasan uang rokok, kembali saya harus mengeluarkan uang lagi.
Tapi, memang tidak semua yang berbuat seperti itu. Contohnya waktu itu ada seorang guru berbelanja di tempat kami, dengan sangat hati-hati saya menanyakan “Nota mau ditulis berapa?” Tapi beliau dengan tegas menjawab harga yang sebenarnya.
Akhh, andai saja semua pendidik seperti beliau. Dengan sedikit malu saya ucapkan terima kasih dan minta maaf atas perkataan tadi. Dan ternyata guru tersebut memaklumi karena memang banyak yang suka seperti begitu, tapi dirinya tidak mau ikut-ikutan.
Saya berharap negeri ini ke depannya bisa benar-benar bebas korupsi.
sumber : Republika
0 komentar:
Posting Komentar