Rabu, 04 November 2009

Menghapus Istilah Buaya

DENGAN rendah hati, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri meminta maaf atas pernyataan 'cicak dan buaya' yang dilansir Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji, beberapa saat lalu.

Langkah Kapolri itu bisa dimengerti. Bagaimanapun, istilah 'cicak dan buaya' adalah pernyataan oknum pejabat Polri dan bukan pernyataan institusi Polri. Namun, akibatnya sudah dirasakan berdampak negatif. Seakan Polri itu buaya yang berkonotasi buruk, apalagi sudah ada istilah buaya darat di kalangan rakyat. Itulah sebabnya, Kapolri meminta maaf dan tentu kita apresiasi.

Dalam acara yang dimoderatori Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Senin (2/11), Kapolri telah meminta media massa tidak lagi menggunakan istilah 'cicak dan buaya'.

Mari kita perhatikan pernyataan Kepala Polri yang rendah hati, bahwa "Saya adalah bagian dari cicak. Penyidik di KPK adalah anggota Polri. Saya sebagai pimpinan Polri meminta maaf atas pernyataan oknum anggota Polri." Kapolri menegaskan akan ada langkah konkret yang akan diambil terhadap Susno.

Kapolri memang perlu menjelaskan penanganan kasus KPK sampai penahanan Wakil Ketua (nonaktif) KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, sebagaimana pernah ia sampaikan dalam berbagai kesempatan.

Dalam hal ini, ada baiknya Kapolri menanggapi besarnya dukungan publik yang meminta penangguhan penahanan terhadap Bibit dan Chandra. Hal itu bisa didiskusikan dan dibahas di internal dulu.

Kapolri juga perlu memperhatikan pernyataan Staf Khusus Presiden bidang Hukum Denny Indrayana yang menyatakan bukti-bukti dan sangkaan yang disampaikan Mabes Polri terkait kasus dugaan suap yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, meragukan.

Kondisi itu diakui telah memunculkan 'perlawanan' terhadap penahanan keduanya. Denny melihat, bukti dan sangkaan yang disampaikan Polri kurang kuat, sehingga menimbulkan keraguan publik.

Terkait hal itu, Kapolri dapat menindaklanjuti pernyataan Denny dengan menyatakan seharusnya yang ditahan adalah Anggoro dan Anggodo Widjojo. Langkah itu harus dilakukan Kepolisian untuk memperjelas duduk perkara kasus dugaan penyuapan kepada Bibit dan Chandra semakin rumit.

Kapolri perlu juga mencermati kenyataan bahwa dukungan yang diberikan kepada Bibit dan Chandra yang kini ditahan di Markas Brimob Kelapa Dua Polri, Depok, Jawa Barat, terus mengalir.

Puluhan tokoh nasional, di antaranya Abdurrahman Wahid, Adnan Buyung Nasution.

Todung Mulya Lubis, Syafii Maarif, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, Imam Prasodjo, Satya Arinanto, dan Erry Riyana Hardjapamekas, memberi jaminan untuk menangguhkan penahanan keduanya. Tak hanya itu, puluhan ribu warga ikut memberi dukungan lewat situs jejaring, facebook dan Twitter.

Semua itu perlu dicermati Kapolri dengan baik dan teliti agar kasus hukum ini dapat diatasi dan nama baik institusi Polri maupun KPK tetap terjaga. Tentu, Kapolri harus memikirkan terorobosan untuk memecahkan persoalan.

Jangan sampai isu 'cicak dan buaya' bisa dihapuskan, namun isu krusial lainnya menyangkut Polri dan KPK malah terabaikan. Tentu ini tak kita harapkan. Bagaimanapun kepolisian harus refleksi diri, melihat ke depan dan tangkas dalam memecahkan persoalan. Publik ingin pemberantasan korupsi terus digalakkan, dan kinerja Polri, Kejaksaan dan KPK makin efektif dan berkualitas.

Itu saja dulu yang diharapkan publik. Langkah ke arah sana harus diprioritaskan.

Sumber : inilah.com

0 komentar:

Posting Komentar